Cari Blog Ini

Selasa, 06 Mei 2014

Pelajaran al ajurumiyah bagian ke 5

BELAJAR ILMU NAHWU DARI KITAB AL
AJURUMIYAH (bag 5)

�� “BELAJAR ILMU NAHWU
DARI KITAB AL AJURUMIYAH” 

(PELAJARAN KELIMA) 
ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻤﺆﻟﻒ – ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ :
:ُﺏﺎَﺑ ﺍﻹِﻋﺮَﺍﺏِ
“ ﺍﻹﻋْﺮَﺍﺏُ :َﻮُﻫ ﺗَﻐْﻴﻴﺮُ ﺃَﻭَﺍﺧِﺮِ ﺍﻟْﻜﻠِﻢِ ﻻِﺧْﺘِﻼَﻑ ِ
ﺍﻟْﻌَﻮَﺍﻣِﻞِ ﺍﻟْﺪﺍﺧِﻠَﺔ ﻋَﻠَﻴﻬَﺎ ﻟَﻔْﻈﺎً ﺃَﻭْ ﺗَﻘْﺪِﻳﺮﺍً ”
✒ Berkata penulis (kitab Al Jurumiyah)_
rahimahullah:

“BAB AL I’RAB” 
“Al i’rab adalah perubahan (keadaan)
pada akhir-akhir suatu kalimat (kata_
pent) karena adanya perbedaan ‘awaamil
yang masuk padanya, baik (perubahannya)
terlafazhkan maupun secara taqdir.”
��

Penjelasan:
Setelah kita mengenal alamat-alamat ism,
fi’il dan huruf, maka penulis_rahimahullah
masuk kedalam pembahasan al i’rab.
Al i’rab dan al bina merupakan asas ilmu
nahwu, karena pada keduanya berputar
hukum harakat akhir suatu kalimat.
��

Perkataan penulis_rahimahullah:
“perubahan (keadaan) pada akhir-akhir
suatu kalimat”

a. Maksudnya adalah perubahan keadaan
harakat akhir suatu kalimat,

bukan
perubahan harakat diawal atau ditengah
kalimat,

karena hal tersebut dibahas
dalam ilmu sharaf seperti ( ﻳَﺴْﺘَﺨْﺪِﻡُ –
)ﻳُﺴْﺘَﺨْﺪَﻡُ atau ( ﻳَﻨْﺼُﺮُ – ﻳُﻨْﺼَﺮُ ),

maka
perubahan harakat pada dua kalimat
tersebut tidak dinamakan i’rab.

Adapaun
dalam ilmu nahwu yang dibahas adalah
perubahan keadaan harakat akhir pada
suatu kalimat.

b. Perubahan (keadaan) harakat akhir
suatu kalimat,
yaitu misalnya dari ar
raf’u menjadi an nashab atau menjadi al
khafedh atau menjadi al jazem.

Adapun apa arti ar raf’u, an nashab, al
khafedh dan al jazem, maka hal ini akan
datang penjelasannya pada babnya
tersendiri.
��

Perkataan penulis_rahimahullah:
“karena adanya perbedaan ‘awaamil yang
masuk padanya”
‘Awaamil jamak dari ‘aamil, artinya adalah
sesuatu yang apabila masuk pada suatu
kalimat, baik itu isim maupun fi’il, maka
mengharuskan keadaan harakat akhir
kalimat tersebut menjadi ar raf’u atau
an nashab, atau al khofedh atau al
jazem, tergantung jenis ‘aamilnya.

Contonya:
{ ﻭَﻗَﺎﻝَ ﺭَﺟُﻞٌ ﻣُّﺆْﻣِﻦٌ }
“Berkata seorang laki-laki yang
beriman…” [QS. Ghafir: 28]
{ ﺃَﺗَﻘْﺘُﻠُﻮﻥَ ﺭَﺟُﻠًﺎ }
“Apakah kalian akan membunuh seorang
laki-laki…”[QS. Ghafir: 28]
{ ﺃَﻥْ ﺃَﻭْﺣَﻴْﻨَﺎ ﺇِﻟَﻰ ﺭَﺟُﻞٍ }
“Bahwa Kami telah mewahyukan kepada
seorang laki-laki… [QS. Yunus: 2]

Lihatlah pada tiga ayat diatas!
Kita lihat harakat akhir pada kalimat
(ﻞُﺟَﺭ) berubah-rubah.

1. Pada ayat pertama, harakatnya
dirafa’ (ٌﻞُﺟَﺭ) karena ‘aamil yang masuk
padanya adalah fi’il (َﻝﺎَﻗ). Apabila fi’il
masuk pada suatu kalimat yang mana
menjadikan kedudukan kalimat tersebut
sebagai fa’il (subyek/pelaku) dari fi’il
tersebut maka mewajibkan kalimat
tersebut harakatnya dirafa’.

2. Pada ayat kedua, harakatnya dinashab
(ﺎًﻠُﺟَﺭ), karena ‘aamil yang masuk padanya
adalah fi’il (َﻥﻮُﻠُﺘْﻘَﺗ). Apabila fi’il masuk
pada suatu kalimat yang mana menjadikan
kedudukan kalimat tersebut sebagai
maf’ul bihi (obyek) dari fi’il tersebut
maka mewajibkan kalimat tersebut
harakatnya dinashab.

3. Pada ayat ketiga, harakatnya
dikhafedh (ٍﻞُﺟَﺭ), karena ‘aamil yang masuk
padanya adalah huruf (ﻰَﻟِﺇ). Apabila
huruf masuk pada suatu kalimat maka
mewajibkan kalimat tersebut harakatnya
dikhafedh.

CATATAN:

Perubahan harakat akhir kalimat (ﻞُﺟَﺭ)
dari Ar rafa’ menjadi an nashab atau
menjadi al khafedh, inilah yang dinamakan
al i’rab.
Harakat dhamah, fathah dan kasrah, ini
dinamakan alamat i’rab, sebagaimana akan
datang pembahasannya tersendiri.
Adapun kalimat yang bisa berubah
harakat akhirnya, ini dinamakan mu’rab.
��

Perkataan penulis_rahimahullah: “baik
(perubahannya) terlafazhkan maupun
secara taqdir”

Maknanya adalah terkadang perubahan
harakat akhir kalimat tersebut tampak
secara zhahir dan terkadang tidak
tampak secara zhahir, yang kita istilahkan
dalam pelajaran kita muqoddar.
��maksud tampak secara zhahir adalah
harakat perubahannya bisa diucapkan
dengan jelas, baik harakat dhammahnya
atau fathahnya atau kasrahnya, seperti
pada kalimat (ٌﻞُﺟَﺭ) diatas.
��adapum muqaddar adalah lawan dari
zhahir, yaitu harakat perubahannya tidak
bisa diucapkan secara zhahir, baik
harakat dhammahnya atau fathahnya atau
kasrahnya, disebabkan karena ada hal-hal
yang menghalanginya untuk nampak,

seperti pada kalimat (ﻰَﺘَﻔْﻟﺍ);
ﺟَﺎﺀَ ﺍﻟْﻔَﺘَﻰ
“Pemuda itu telah datang”
ﺭَﺃْﻳْﺖُ ﺍﻟْﻔَﺘَﻰ
“Aku telah melihat pemuda itu”
ﺳَﻠَّﻤْﺖُ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻔَﺘَﻰ
“Aku memberi salam kepada pemuda itu”
 Lihatlah pada tiga jumlah diatas!
Kita lihat harakat akhir pada kalimat
(ﻰَﺘَﻔْﻟﺍ) terlihat tidak berubah-rubah,
padahal ‘aamli yang masuk pada jumlah
diatas berbeda-beda.


1. Pada jumlah pertama, harakatnya
dirafa’ (ﻰَﺘَﻔْﻟﺍ) tetapi dengan dhammah
yang muqaddarah (tidak tampak), dia
dirafa’ karena sebagai fa’il. Adapun ‘aamil
yang masuk padanya adalah fi’il (َﺀﺎَﺟ).


2. Pada jumlah kedua, harakatnya
dinashab (ﻰَﺘَﻔْﻟﺍ), tetapi dengan fathah
muqaddarah, dia dinashab karena sebagai
maf’ul bihi. Adapun ‘aamil yang masuk
padanya adalah (ُﺖْﻳْﺃَﺭ).


3. Pada jumlah ketiga, harakatnya
dikhafadh (ﻰَﺘَﻔْﻟﺍ) dengan kasrah
muqaddarah, dia dikhafadh karena ‘aamil
yang masuk padanya adalah huruf (ﻰَﻠَﻋ).
Inilah yang dmaksud dari perkataan
penulis bahwa i’rab terkadang dia
muqaddar.
Mungkin ada yang bertanya, kapan ism
atau fi’il itu dirafa’, atau dinashab, atau
dikhafedh, atau dijazem?
Semua itu akan kita dapatkan
penjelasannya pada bab-bab selanjutnya.

Jadi jangan pusing dahulu, menyerah dan
putus asa karena belum bisa memahami
pelajaran kita ini.


Berkata Syaikh Al ‘Utsaimin_rahimahullah:
“Ilmu nahwu itu pada awalnya memang
sulit, namun pada akhirnya akan menjadi
mudah.” [Syarh Al Ajurumiyah hal 5]

Yang terpenting dari kita sementara ini
adalah memahami apa yang ada dihadapan
kita. Semua akan berkembang dan
menjadi jelas setelah kita lewati satu
demi satu dari bab-bab yang ada dalam
kitab ini.
Oleh karena itu, kami ingatkan kembali
bahwa janganlah pelajaran yang kita
pelajari ini lewat begitu saja tanpa
dipahami dengan baik. Dan juga istilah-
istilah yang ada, jangan sampai lupa
maknanya, karena itu semua akan sering
kita dapati pada pelajaran-pelajaran
selanjutnya.

PERHATIAN:

Janganlah lupa istilah yang sering kita
pakai dalam pelajaran kita:
a. Fi’il: kata kerja
b. Ism: kata benda, baik itu benda hidup
maupun benda mati.
c. Kalimat: dalam bahasa Indonesia
adalah “kata”.
d. Jumlah: dalam bahasa Indonesia adalah
“kalimat”.
e. Fa’il: Subyek.
f. Maf’ul bihi: Obyek.
g. Muqaddar: tidak tampak.
 Kata-kata diatas akan sering berulang
dalam pelajaran kita.
Demikianlah pelajaran kita hari ini.
Semoga bisa dipahami dengan baik dan
menambah pengetahuan kalian semua
tentang ilmu nahwu.
Insya Allah kita akan lanjutkan pelajaran
kita berikutnya pada pertemuan yang
akan datang. Wallahu a’lam bish shawab.

[✏ ditulis oleh Abu 'Ubaidah Iqbal bin
Damiri Al Jawy, 15 Shafar 1435/ 18
Desember 2013_di Daarul Hadits_Al
Fiyusy_Harasahallah ��].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar